Pages

March 22, 2013

Beasts of the Southern Wild (2012)

Tahu dengan The Tree of Life-nya Terrence Malick? Ya, sebuah film tentang arti sebuah kehidupan tahun 2011 yang lalu. Kali ini sutradara muda Benh Zeitlin mencoba membuatnya. Tapi film garapannya ini lebih seperti The Tree of Life versi kotornya, ya inilah Beasts of the Southern Wild.

Beasts of the Southern Wild berlatar tempat di sebuah daerah fiktif bernama Bathtub, mengisahkan tentang  gadis cilik bernama Hushpuppy (Quvanzhané Wallis) dan ayahnya, Wink (Dwight Henry) yang tinggal disitu. Kehidupan yang awalnya berjalan penuh kebahagiaan. Sampai pada suatu hari sebuah badai besar melanda daerah tersebut. Mereka pun disuruh untuk meninggalkan daerah tersebut. Tapi Hushpuppy, ayahnya, dan beberapa tetangga lainnya bersikeras untuk tidak meninggalkan daerah tercinta mereka.

Naskah cerita yang ditulis Benh Zeitlin dan Lucy Alibar diadaptasi dari karya panggung Juicy and Delicious. Dengan budget yang rendah, aktor-aktris yang tidak terlalu terkenal, lalu sang sutradara muda yang baru pertama kali menggarap film layar lebarnya. Benh Zeitlin dibangku sutradara berhasil menyulap film kecil bernaskah cerdas ini menjadi film yang berhasil menarik perhatian orang banyak. Ya meski tidak terlalu berbicara banyak di ajang Oscar, diantara empat nominasi yang dikantongi (best picture, best director, best actress & best adapted screenplay), tidak satu pun yang mereka bawa pulang. Tapi Beasts of the Southern Wild berhasil berbicara di berbagai festival, termasuk dua ajang festival paling prestisius didunia; Sundance dan Cannes. Saya suka sekali bagaimana Zeitlin dan Alibar membuatnya seperti percampuran antara drama-keluarga, dongeng-fantasi dan disaster movie. Semuanya tercampur menjadi satu kesatuan cerita yang emosional, dengan didukung production design-nya yang oke.

March 16, 2013

Warm Bodies (2013)

Saya sempat skeptis terlebih dahulu ketika mengetahui film ini, apalagi dikarenakan banyak yang bilang bahwa film ini mirip dengan Twilight Saga. Namun setelah baca reviewnya sana-sini, sepertinya film ini layak untuk ditonton, banyak yang merespon positif. Akhirnya sampailah saya menonton film ini dan saya puas, ya itulah Warm Bodies.

Warm Bodies mengisahkan tentang zombie bernama R (Nicholas Hoult) seorang zombie yang sedikit berbeda dari zombie lainnya. Sampai suatu hari dia bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Julie (Teresa Palmer).  Butir-butir cinta antara keduanya pun mulai tumbuh, mereka pun menjalankan hubungan terlarang sebagai sepasang kekasih. Kehidupan antara keduanya pun berubah.

Naskah cerita yang ditulis Jonathan Levine, mengadaptasi dari novel berjudul sama karya Isaac Marion. Dengan mengambil pakem dari Romeo and Juliet-nya William Shakespeare, bisa dilihat dari pemilihan nama dua karakter utamanya, lalu ada juga beberapa adegan yang mengingatkan saya dengan film Romeo+Juliet-nya Baz Luhrmann. Warm Bodies tidak hanya menampilkan segala referensi kezombieannya, meskipun ada beberapa yang melampaui kodratnya. Ada berbagai macam unsur genre disini; Action? Ada. Comedy? Ada. Romance? Ada. Untuk bagian action, memang tidak dominan, jadi saya tidak terlalu suka dan mementingkan dengan bagian ini. Untuk komedi, walaupun tidak selucu Shaun of the Dead, saya pikir unsur-unsur komedi di film ini bisa dibilang berhasil mengocok perut penonton. Lalu tentunya romansanya, saya suka dengan bumbu romantis di film ini, ya walaupun di beberapa bagian sisi romantisnya ada yang terlihat klise. Sebagai contoh, cowok melihat cewek cantik, si cowok terpana-si cewek rambutnya melayang-layang, pakai slow motion lagi. Tapi untungnya Levine berhasil menutupi segala keklisean itu dengan teknik penyutradaraan yang cerdas serta didukung tata produksi yang oke.

Ruby Sparks (2012)

Apa jadinya jika seseorang yang anda inginkan atau impikan selama ini hadir didepan mata anda? Sangat menyenangkan bukan. Ya, itulah yang coba dihadirkan dari film yang akan saya review kali ini, Ruby Sparks.

Ruby Sparks mengisahkan tentang pria bernama Calvin Weir-Field (Paul Cano) seorang novelis sukses pasca kesuksesan novel pertamanya. Setelah itu dia mengalami masa-masa sulit. Sampai dia mengalami sebuah mimpi aneh, dia pun berkonsultasi dengan psikiaternya. Lalu suatu hari Calvin menulis satu halaman tentang wanita impiannya yang diberi nama Ruby Tiffany Sparks (Zoe Kazan). Sampai suatu ketika wanita yang dikarangnya menjadi nyata, hadir dihadapannya, butir-butir cinta pun terelakkan.

Setelah sukses dengan Little Miss Sunshine tahun 2006 silam, Jonathan Dayton dan Valerie Faris kembali hadir dengan cerita tidak kalah unik dan menariknya. Dengan naskah cerita ditulis oleh pemeran Ruby sendiri, Zoe Kazan. Dari awal Ruby Sparks memang sudah mengikat erat saya. Tidak peduli seberapa besar ketidaklogisan ceritanya, yang penting saya sudah jatuh hati dengan Ruby Sparks sedari awal sampai akhir. Sebagai sebuah romantic-comedy, film ini berhasil membuat mood saya naik-turun dibawa ketawa, slow, ketawa lagi, lalu slow lagi. Bagian-bagian komedinya yang mudah untuk ditertawakan, sederhana tapi nancep, tidak butuh adegan atau dialog slapstick konyol dengan segala sumpah serapahnya. Lalu bagian-bagian romantisnya juga pas, tidak perlu dipenuhi dengan adegan yang terlalu mengumbar kemesraan macam ciuman atau adegan ranjang. Apalagi Ruby Sparks dihiasi aspek teknisnya yang oke, penempatan scoring-nya yang tepat membuat emosi ikut terbawa, lalu pengambilan dan pemilihan sudut-sudut kamera yang cantik.

March 9, 2013

Argo (2012)

Cukup terlambat memang, disaat film ini banyak dimasukkan movie-blogger lain kedalam film terbaiknya tahun lalu, juga disaat dinobatkan sebagai Best Picture di The 85th Annual Academy Awards. Sedangkan saya, baru menontonnya sekarang. Okey, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Jadi, film apakah yang saya bicarakan ini? Argo.

Argo yang bersetting waktu di Iran tahun 70an mengisahkan tentang Tomy Mendez (Ben Affleck), seorang anggota CIA yang mendapati 6 orang pegawai kedutaan Amerika Serikat untuk Iran yang berhasil melarikan diri dari demo besar-besaran. Tomy pun mengajukan sebuah proposal tentang misi rahasia penyelamatan enam orang itu. Yaitu dengan misi berpura-pura membuat film sci-fi yang memiliki setting di Iran dan menyamarkan keenam orang tersebut sebagai kru film, yang mana film tersebut berjudul Argo.

Naskah cerita yang ditulis oleh Chris Terrio yang mengadaptasi dari buku The Master of Disgue-nya Tony Mendez dan artikel majalah Wired-nya Joshuah Berman yang berjudul The Great Escape. Ya, Argo memang diangkat dari kejadian nyata. Tidak masalah kalau ceritanya yang persis dengan nyatanya ataupun ditambah dramatisasi. Bagi yang sudah mengetahui peristiwa tersebut, besar kemungkinan sudah tahu bagaimana endingnya. Ben Affleck yang disini menjadi sutradara, produser, dan pemeran utamanya, tanpa banyak bacot langsung dibuka dengan adegan demo yang apik. Argo memang disepanjang filmya dipenuhi adegan-adegan yang membuat jantung dag-dig-dug. Hingga klimaksnya saat adegan di bandara yang menegangkan sekaligus gregetan, melihat apakah berhasil atau tidak misi mereka. Ending yang perpaduan antara tegang sekaligus mengharukan. Terlepas dari kehebatan Affleck men-direct Argo dengan sangat baik dan kecerdasan Terrio menulis ceritanya. Argo memang dibalut dengan kualitas tata produksinya yang oke. Mulai dari film editing dan sound editing serta sound mixing yang tertata rapi. Scoring dibeberapa part yang ikut kebawa tegang. Serta makeup & costume gaya 70-80an. Tak ketinggalan juga performa jajaran cast-nya yang tampil gemilang.

March 4, 2013

The ABCs of Death (2012)

Tahu dengan film antologi? Ya, dalam satu film terdapat lebih dari satu cerita atau kumpulan film pendek. Tapi 3 sampai 10 cerita sudah biasa, apa jadinya jika dalam satu film terdapat 26 cerita berbeda. Itulah yang coba dihadirkan di The ABCs of Death. Seperti yang tertulis di taglinenya “26 Directors, 26 Ways to Die”. The ABCs of Death berisi 26 film horror pendek yang disutradarai 26 sutradara mancanegara yang masing-masing mewakili tiap huruf dalam alphabet.

A is for Apocalyse, disutradarai Nacho Vigalondo, mengisahkan tentang seorang pria yang sedang rebahan ditempat tidur tiba-tiba datang wanita yang langsung menusuknya. Pembukaan yang pas untuk pemanasan ke film selanjutnya, adegan gore yang cukup sadis, dan ada twistnya juga. B is for Bigfoot, disutradarai Adrian Garcia Bogliano, mengisahkan tentang suami-istri yang sedang merayu dan menakuti anaknya untuk segera tidur, karena jika tidak, akan ada sosok misterius yang akan datang. Sayang sekali tidak semenyeramkan judulnya. C is for Cycle, disutradarai Ernesto Diaz Espinoza, mengisahkan tentang seorang pria yang terbangun dari tidurnya karena mendengar suara aneh dari luar, dia pun menyelidikinya, dan ternyata pria tersebut malah mengalami peristiwa aneh. Saya suka sekali dengan ceritanya yang cerdas. D is for Dogfight, disutradarai Marcel Sarmiento, mengisahkan tentang pertarungan antara seorang manusia dan seekor anjing ganas. So far, film ini yang paling memuaskan, dibalut dengan efek slow motion indah, tingkat ketegangannya juga pas.

Anna Karenina (2012)

Dengan mengantongi 4 nominasi Oscar, dan 1 diantaranya berhasil dibawa pulang, yaitu kategori Best Costume Design. Tentu saya penasaran apa yang hendak ditawarkan dari film karya Joe Wright ini, Anna Karenina.

Anna Karenina yang berlatar di Rusia tahun 1847, yang mana Anna Karenina (Keira Knightley) seorang wanita yang sudah mempunyai anak dengan suaminya, Alexei Karenin (Jude Law). Hubungan suami-istri yang awalnya berjalan harmonis. Lambat laun berubah ketika Anna melakukan perjalanan untuk mengunjungi kakaknya, Oblonsky (Matthew McFayden). Dalam perjalanan, Anna dipertemukan dengan seorang pria bernama Count Vronsky (Aaron Taylor-Johnson). Pertemuan itupun yang menjadi awal cinta mereka bersemi. Tapi dengan status Anna yang sudah menjadi istri seseorang, atas nama cinta dia pun harus melakukan hubungan terlarang.

Diangkat dari novel berjudul sama karya Leo Tolstoy, Anna Karenina besutan Joe Wright ini dibalut dengan tata produksi yang bukan main-main. Bagaimana Wright mengemas Anna Karenina dengan set panggung drama. Lihat saja bagaimana pergantian set-set panggungnya berpindah dengan halus. Dipadu dengan kualitas tata produksi kelas atasnya. Sinematografi indah dari Seamus McGarvey, desain kostum ciamik dari Jacquellin Durran, scoring apik dari Dario Marianelli, lalu tata rias & rambut kelas jempolan dari Ivana Primorac, tidak ketinggalan juga aspek teknis lainnya macam tata music, production design yang juga tidak kalah menterengnya. Selanjutnya naskah cerita yang ditulis Tom Stoppard, dengan tata produksi yang bagus ternyata tidak diikuti dengan jalan ceritanya. Saya suka dengan cerita cinta terlarang antara Anna dan Vronsky, sangat suka malah. Yang tidak terlalu saya sukai adalah pada subplotnya, kisah cinta antara Konstantin Levin (Domhnall Gleeson) dan Kitty (Alicia Vikander), cerita tambahan terlalu gimana gitu, seakan saya tidak ingin terlalu peduli dan mementingkannya.

March 1, 2013

Samsara (2011)


Menonton sebuah film dokumenter memang tidak mudah, besar kemungkinan akan berakhir dengan membosankan jika sang sutradara tidak lihai menyulapnya, tapi untuk kasus Samsara berbeda. Percayalah, anda tidak akan merasa kebosanan menontonnya.

Siapa yang tidak kenal dengan duo sutradara Ron Fricke dan produser Mark Magidson, dua nama yang melejit lewat film dokumenter Baraka 20 tahun lalu. Sama seperti pendahulunya, Samsara juga adalah sebuah film dokumenter tanpa narasi mengeksplorasi tema kompilasi melaui kaleidoskop kejadian alam, kehidupan, aktifitas manusia, dan fenomena teknologi. Samsara yang mengambil gambar hampir di seratus lokasi di 25 negara selama lima tahun. Mulai dari gambar-gambar yang indah sampai yang mengerikan, mulai dari modern sampai primitif. Samsara yang dalam bahasa Sanskerta mempunyai makna siklus hidup yang terjadi berulang-ulang tanpa henti mulai dari lahir, hidup, mati, lahir lagi.

Dari 25 negara yang ada, jangan sampai ketinggalan penampilan dari Indonesia, film yang dibuka oleh tari Legong dari Bali dan di pertengahan juga ada penampilan menawan Kawah Ijen di Jawa Tengah. Selain Indonesia, negara-negara Asia yang ikut andil juga ada dari Israel, Tembok Ratapan di Jerusalem. Jepang, seperti pabrik boneka di Tokyo. Yordania dengan Petra-nya. Arab Saudi dengan Masjidil Haram-nya, Uni Emirat Arab dengan menara Burj Khalifa dan Burj Al Arab-nya. Dari dataran Eropa ada seperti dari negara Denmark, Perancis, dan Italia. Benua Amerika ada Brazil dan US. Serta dari benua Afrika ada seperti Mesir, Ethiopia, dan Ghana. Dan itu baru sedikit yang saya sebutkan, masih banyak lagi lokasi-lokasi eksotis lainnya. Ya, meskipun sebenarnya dengan hanya menggunakan Google atau Youtube, kita sudah bisa melihat gambar-gambar yang dihadirkan di film Samsara. Akan lebih nikmat jika anda menontonnya sendiri, percayalah.