Pages

January 26, 2014

Stories We Tell (2012)

“When you’re in the middle of a story, it isn’t a story at all but rather a confusion, a dark roaring, a blindness, a wreckage of shattered glass and splintered wood, like a house in a whirlwind or else a boat crushed by the iceberg or swept over the rapids, and all abroad are powerless to stop it. It’s only afterwards that it becomes anything like a story at all, when you’re telling it to yourself or someone else.” – Michael Polley

Stories We Tell mengisahkan tentang Sarah Polley  yang telah kehilangan ibu tercintanya, Diane Polley meninggal dunia ketika ia masih berumur 11 tahun karena mengidap penyakit kanker. Sarah pun membuat sebuah dokumenter yang mana itu meng-interview anggota keluargnya lalu menceritakan kembali seperti apa ibunya, mulai terungkap satu per satu informasi.

Film dokumenteri ini disutradarai oleh Sarah Polley (Away From Her, Take This Waltz) yang juga sekaligus menulis naskah ceritanya. Stories We Tell memfokuskan ceritanya pada masalah personal sang sutradara sendiri. Yang mana ini menitik beratkan pada misteri dan rahasia keluarganya khususnya ibunya sendiri. Memberikannya dengan data-data dan fakta-fakta yang detil. Melakukannya dengan interview beberapa keluarganya; kakak, adik, ayah, teman dekat ibunya, dll. Mereka memberikan perspektif sendiri-sendiri mengenai mendiang ibu Sarah, menceritakan setiap kronologi dengan sabar. Menelusuri ingatan manusia hanya untuk mencari sebuah kebenaran, ingin mengetahui bagaimana dan seperti apa yang sebenarnya terjadi sebelum Sarah lahir karena dia yang ditinggal mendiang ibunya ketika umur 11 tahun. Seiring waktu berjalan, ini tidak lagi hanya sekedar mengenal ibu lebih jauh. Namun ini akan lebih jauh bergerak pada kehidupan ibunya yang sangat personal, mulai dari situ sedikit demi sedikit mulai terkuak rahasia yang selama ini dirahasiakan. Uniknya saya merasa setiap interview itu bukan hanya sekedar memberikan pendapat sendiri-sendiri, melainkan itu seperti saling melengkapi kisah mereka satu sama lainnya.

Rekaman interview itu berkombinasi silih berganti dengan media lain seperti home video pribadi, rekaman Super 8, narasi yang dibacakan sang ayahanda Michel Polley dengan sentuhan nostalgia yang dalam, hingga merekontruksi kejadian. Kita sebagai penonton seakan ikut menelusuri dan meneliti apa yang terjadi. Dan ketika rahasia-rahasia itu terungkap, semakin membuat kita penasaran apalagi ya rahasia selanjutnya. Namun sayang saya merasa ada sedikit kelemahan dalam Sarah Polley merunut kronologi ceritanya. Maksud saya, ketika satu dua informasi sebenarnya yang ingin disampaikaj itu telah disampaikan diparuh awal. Lalu ketika di paruh kedua itu tidak lagi menarik dan terkesan monoton karena inti dari semuanya sudah terbuka diawal. Andai saja Sarah mengurutkan ceritanya secara kronologikal, yang mana rahasia yang sebenarnya itu diletakkan diakhir. Untung saja Stories We Tell punya beberapa momen-momen lucu yang mana ketika interview diberikan humor-humor yang natural. Apalagi dengan beberapa kali diberikan scoring-music yang hanya bermodalkan suara piano yang mana semakin menambah aroma nostalgianya.

Secara keseluruhan Stories We Tell adalah sebuah dokumenter yang memuaskan. Bagaimana kita di ajak Sarah Polley melihat dan mendengarkan dongeng yang diberikannya seputar ibunya yakni tentang mengeksplorasi sebuah pencarian fakta, rahasia dan informasi mengenai mendiang ibunya sendiri secara dalam. Semua itu tersaji dengan ringan dan hangat dalam 109 menitnya.

7.5/10


No comments:

Post a Comment